Tuesday, November 25, 2008



“tak berubah”

kemarin, hari ini dan esok
tak pernah engkau perduli
disini, pun nan jauh disana
tak pernah engkau berdalih…

sedetik dan bertahun
dalamnya engaku menanti
bahkan 1001 th sekali pun
tak pernah surut engkau mencari

sejak pertama aku pergi…
sama seperti saat terahir aku datang

perpisahan tak merubah pelukanmu
perpisahan tak merubah ciumanmu
perpisahan tak merubah tangismu
perpisahan tak merubah air matamu

dalam kasih sayang
ibu…

Wednesday, October 15, 2008

REUNI PERDANA SMA 10 PALEMBANG



Sejak tahun 1990, kita mencari dan mencari sesuatu untuk melangkah melanjutkan perjalanan panjang entah di negeri orang atau tetap di kampung halaman, yang membuat seolah perpisahan itu mengahiri segalanya. Saat dimana kita sibuk kiri kanan belajar memilih warna baju dan cara memakainya, memilih penganan dan cara makannya, dan segala tetek bengek yang sampai sekarang tetap dalam masa belajar.

Pulang ke Palembang tahun ini, Oktober ’08, telah mengahiri perpisahan yang terjadi delapan belas tahun yang lalu. Reunian SMA 10 Palembang lulusan ’90 yang pertama ini telah membuat perpisahan di SMEA 2 dulu seolah tidak pernah terjadi. Kerja keras panitia reunian ternyata berhasil menyatukan kembali hati-hati yang telah pergi entah kemana. Kata salut terucap untuk panitia, aku pernah bersama panitia untuk mencari teman dengan modal alamat 18 tahun yang lalu, masuk dan keluar jalan atau lorong serta RT yang sdh berubah namanya. Seru!

Bertempat di halaman belakang SMA 10 Palembang, mulai jam 10:00 s.d 16:00 wib, kita coba bersama merangkai kembali cerita tentang masa lalu yang dihubungkan dengan kondisi sekarang dan akan datang. Mau tau kata-kata yang paling sering terdengar saat reunian? Jawabnya adalah “berapa anakmu sekarang”. Syukurlah pertanyaan itu yang paling banyak, kalu yang ditanyakan berapa gajimu, mungkin reunian berikutnya tidak akan banyak yang datang. Kita lupakan status apapun, untuk bersama kembali dalam suasana kekeluargaan dan ikatan erat tali silaturahmi. O ya, selain itu ada juga guru-guru yang hadir yang manambah hangatanya suasana.

Ini awal dari reunian yang baru dihadiri oleh sebagian alumni lulusan tahun ’90, semoga kedepan akan terbentuk jaringan alumni yang lebih luas untuk seluruh lulusan SMA 10, SMA yang sudah berdiri cukup lama yaitu sejak 36 tahun lalu atau 01 April 1972, hari yang secara pribadi juga selalu ku kenang.

Teman-teman lihatlah photo itu, ada pohon dihalaman belakang sekolah kita yang masih kokoh berdiri sejak kita tinggalkan 18 tahun lalu, dia seolah berkata “disini aku bertahan untuk menunggu kalian, alumni”. Walau tak banyak yang berubah dari gedung SMA kita, (cuma ada penambahan kelas dan ruangan), tapi aku yakin, ada banyak perubahn bagi alumninya untuk menjadi orang yang baik. Baik untuk diri sendiri, keluarga, teman dan lingkunan sekitarnya. Amiiiin.

Bagiku yang sudah meninggalkan Palembang sejak tahun ’90, telah menambah kesan yang mendalam. Karena selama delapan belas tahun, cuma beberapa teman SMA yang bisa ketemu atau telponan. Tak menyangka setelah reunian itu, terbentuk kembali keluarga besar alumni dengan suasana yang penuh keakraban, kekeluargaan dan kebahagian. Bravo SMA N 10 Palembang!

Tuesday, September 9, 2008

WAKTU ADALAH PEDANG




Berkesan bagiku karena tak menyangka Diknas sdh punya banyak sekali guru-guru SMK Perikanan, bayangkan diknas bisa mengirim 30 guru perikanan untuk ikut pelatihan di Jepang. Mereka ini pinter2 dan hebat2, punya motivasi dan inisiatif yang tinggi dan mau kerja keras, setidaknya selama di Jepang. Kebetulan saja yang jadi penanggung jawab kegiatan ini adalah dosen pembibimbingku, jadi aku juga bisa ikut menemani mereka selama mereka training, maksudnya bisa ikut jalan-jalan. Senang deh....

Pertama sekali datang mereka, harus naik sinkansen (kereta cepat) dari Fukuoka ke Kagoshima, dengan barang-barang bawaannya mereka harus pindah kereta dalam waktu 4 menit…luar bisa, tapi itulah pelajaran pertama yang harus mereka jalani. “Beginilah kondisi Jepang”, kata dosenku, “kita harus bisa mengatur waktu, sekali terlambat kalian akan ketinggalan kereta, jadi tolong waktu 4 menit ini diatur sebaik-baiknya” selanya lagi. Walaupun waktunya mepet tapi mereka berhasil pindah gerbong dengan aman.

Pengaturan waktu untuk angkutan di Jepang ini boleh diacungkan jempol. Baik kereta ataupun bis sudah mempunyai jadwal waktu dan mereka (kereta dan bis) itu bisa menepati janji, misal kalu skedulnya tiba jam 14:27, maka tepat jam segitu mereka tiba (anehnya juga mereka tidak bulatkan ke angka 14:25). Jadi untuk ngecek apakah kita sudah tiba di stasion yang di tuju, cukup mencocokan jam kita dengan jadwal tiba, kecuali kalu ragu, bolehlah nanya....

Berbeda dengan di Indonesia, ketika ngatar mahasiswa/i Kagoshima, Jepang yang field trip ke Indonesia, skedul alias perencanaan bisa berubah total…ini semua gara-gara angkutan. terutama soal macetnya…kita sulit sekali memperkirakan kapan bisa tiba di bandara atau tiba diloksi. Untuk bisa beradaptasi dengan waktu ini kita wajib punya teman yg sudah hapal jalur-jalurnya, kalau tidak, kita bisa ketinggalan pesawat.

Tapi jangan bangga dulu hai orang jepang, tentang ketepatan waktumu. Soalnya, terkadang kita butuh selang waktu juga untuk bisa memulihkan rasa sedih atau kecewa, kadang tak cukup hanya dengan sejam atau sehari, dan bahkan kadang perlu waktu sampai bertahun-tahun. Artinya kita tidak bisa mematok (seperti orang jepang) bahwa kesedihan/kekecewaan kita harus selesai dalam 4 menit, kalu tidak, bisa bunuh diri. Dan aku juga pernah terlambat dengan selang waktu 2 hari…benar ternyata memang perlu waktu yang lama untuk bisa memulihkannya…

Wednesday, September 3, 2008

IBU DAN BAPAK GURU

Ketika ada guru yang berhalangan untuk hadir, legalah hati teman sekelas. Kebahagiaan itu diungkapkan dengan menjadikan meja, dinding, kaca jendela, bahkan papan tulis sebagai alat musik, nyanyianpun biasanya melantun alami dari hampir separuh murid di kelas. Gemuruh suara musik dan obrolan ngalur-ngidulpun mau tak mau akan terdengar ke tetangga kelas bahkan kantor sekalipun. Untuk mengurangi suara ribut dan menghilangkan jejak siapa yang ribut ini, biasanya ada relawan yang akan menutup pintu kelas. Alhasil hampir semua personil di kelas hiruk-pikuk dengan penuh kebebasan, walau ada satu dua orang yang juga sibuk baca dan nyalin PR.

Tiba-tiba datanglah seorang guru spesial pengganti kelas…senyap jadinya. “Coba buka buku matematika halaman 100” bentak Pak Guru (ada comment “aduh pelajarannya baru halaman 15 koq”),. “Sekarang kerjakan soal no.1” …tak ada protes semua mengerjakan. Berselang 5 menit kemudian, “Apa ada yang sudah selesai” tanya Pak Guru…semua diam, termasuk Pak Guru. Sampai 5 menit ke-2 juga belum ada yang selesai. Bentakan pun bertambah keras, “Sekarang kalian tahu, bahwa masih banyak yang harus dikerjakan, kalaupun yang ngajar tidak datang kalian harus mengerjakan pelajaran apa saja…kalau tidak, kalian tidak akan maju-maju”. ....Ini cuma satu dari sekian banyak cerita semasa sekolah.

Begitu besar usaha dan harapan guru-guru kita dalam mendidik dan memajukan kita. Andaikan waktu itu umurku sudah lebih dari 18 tahun, mungkin diriku akan maklum dengan bentakan Pak Guru, tapi waktu itu usiaku baru 16-18 tahun. Lagi pula usia dan momentum itu memang untuk kami yang memang harus memainkan peran sebagai murid SMA.

Kini, andaikan Pak dan Bu Guru tau, sebenarnya tidak ada maksud untuk tidak maju, untuk tidak mau belajar, untuk tidak menghiraukan moral. ...Dan, ucapan tulus, maafkanlah kalau kami sudah membuat mu emosi, terima kasih atas semua yang telah engkau berikan yang tidak ternilaikan harganya bagi kami…
Lideman, September 3, 2008

Monday, September 1, 2008

BERGAYA SANG PENDEKAR SAMURAI


Beginilah jadinya ketika seorang teman jepangku, Yoshida san, mengajak kelaurgaku ke museum di kota Kagoshima, Japan. Setelah melihat-lihat beberapa isi museum tentang peniggalan samurai, seperti peralatan musik, peralatan bercocok tanam, peralatan permainan anak dan lain sebagainya, sampailah kami pada pojok yang sangat menarik. Disini kami menemukan pakaian para samurai di zaman dulu, yang biasanya cuma bisa dilihat dalam TV atau dunia maya.

Ditemani dan dipakaikan oleh petugasnya, akupun merasa bahwa aku bisa juga jadi seorang samurai, setidaknya bisa memakai pakaiannya. Tak mudah mengenakan pakaian ini, banyak embel2nya. Tapi setelah pakaian terpasang, puaslah rasa hatiku, maklum baru pertama kali mencobanya. Walau terasa berat tapi tdk begitu kuhiraukan, yang aneh adalah tanduk yang di kepala, ternyata tanduk ini mau lari ke belakang terus, harusnya kalu mau meneanduk larinya kedepan, tapi mungkkin ini disebabkan ukurannya yang kurang pas.

Untuk mengenang momen ini tak lupa diriku juga mulai berakting, baik sebagai seorang samurai, juga akting di depan kamera, begitu juga dengan keluargaku. ...Ketika ku tanya ke anak perempuanku yang masih berumur 4 th, dia bilang bahwa pakaiannya menakutkan...he...he, pantesan dari tadi anakku tidak segembira diriku...

Sunday, August 31, 2008

SEAWEED FOOD PRODUCTS IN KAGOSHIMA, JAPAN






Seaweed plants: Porphyra, Laminaria and Undaria








Some seaweed food products: Nori, Sushi, Kombu and Wakame

Seaweed food products (produk makanan rumput laut) are popular food in Japan. In this country, there are 3 prominent seaweed products called nori, kombu and wakame. Nori is made from porpyra plant, kombu is made from laminaria plant and undaria plant is used for making wakame. We can eat nori sheet directly or sushi wrapped by nori, sometimes they eat dried kombu and wakame directly or cooking together with misoshiru (Japanese Soup), fish soup, etc. The other fresh seaweed plants are served as salad, i.e., Meristotheca papulosa, Grape Caulerpa (umi fudo) etc.

Note:
The other products are made from general seaweed plants, i.e., food industry (bakery, soup, sauce, ice cream, jelly, sweets, fruit cocktails, cheese, pudding, jam, beer, wine, coffee and chocolate), pharmaceutical industry (laxative, covering of antibiotics and vitamin capsules and tooth mould material), cosmetic industry (salve, cream, lotion, lipstick and soap), textile industry (protect the luster of silk, etc.), leather industry (firming soft surfaces and softening stiff surfaces and as plywood sticking agent), and other industries (film plates, toothpaste, shoe polish, filler for fish transportation, meat and fishery canning).

Friday, August 29, 2008

Awal Perjalanan


Perjalanan ku dimulai dari sebuah kata "Petaling", sebuah tempat yang mempunyai arti harfiah nama pohon. Walau tempat ini ada juga di Malaysia, tapi Petaling yg saya maksud ada di Kab. Musibanyuasin, Sumatera Selatan, sekitar 120 km dari Kota Palembang.

Setelah aku berumur 12 tahun, akupun bertanya-tanya, "kenapa aku, keluarga dan nenek-buyutku berada di Petaling". Tak begitu lama seorang pamanku bercerita seputar jawaban pertanyaan ku tersebut. Berbdea dengan penduduk sekarang yg semuanya muslim, kala itu nenek-buyutku masih tercatat sebagai orang hindu. Mereka masih suka bercocok tanam di hutan belantara, dan suatu ketika disaat bercocok tanam tersebut mereka menemukan jejak kaki sang harimau yg diikuti oleh jejak kaki sang rusa. Dari pertanda ini mereka berfirasat bahwa tempat ini merupakan tempat yang aman, sebab seekor rusa bisa mengikuti perjalanan seekor harimau. Untuk memudahkan mengingat daerah ini mereka melihat disekitarnya ada pohon petaling, sehingga mereka menyebut daerah ini dengan kata petaling, merekapun bersepakat untuk hidup bersama di petaling dalam suka dan duka hingga saat ini.

Setidaknya itulah harapan nenek moyangku dulu, semoga sampai kapanpun Petaling akan menjadi daerah yang aman, tetram, damai, adil dan sejahtera. Amiiin.....